Pekerja membersihkan bagian luar Gedung Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Kamis (6/11). PT Pertamina menargetkan perolehan laba pada tahun 2011 sebesar Rp 14 triliun atau lebih rendah 8 persen daripada perolehan laba pada tahun sebelumnya. FOTO ANTARA/Andika Wahyu/nz/11.

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP, M Romahurmuziy meminta pemerintah menonaktifkan sementara Komisaris PT Pertamina (Persero) Triharyo Soesilo. "Sebaiknya pemerintah melalui Kementerian BUMN segera menonaktifkan komisaris yang potensial memiliki `conflict of interest` (konflik kepentingan)," katanya di Jakarta, Kamis.

Apalagi, menurut dia, potensi kerugian yang dialami Pertamina dari proyek "lube oil blending plant" (LOBP) Gresik-Surabaya yang dibangun PT Rekayasa Industri (Rekind) cukup besar.

Ia mengkhawatirkan, adanya kemungkinan konflik kepentingan saat proses penyelesaian dugaan penyimpangan tersebut mengingat Triharyo yang saat proyek dibangun tahun 2007-2009 menjabat Dirut Rekind.

Selanjutnya, Romy, panggilan Romahurmuziy juga meminta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit keuangan proyek tersebut.

"Apakah yang terjadi karena penyimpangan dilakukan oknum atau karena resiko bisnis biasa," katanya.

Sementara, Triharyo Soesilo mengakui, fasilitas LOBP memang belum mencapai kapasitas produksi yang optimal, sehingga tengah dalam proses perbaikan.

"Ditargetkan fasilitas produksi pelumas itu beroperasi optimal pada Maret 2011," katanya.

Juru bicara Pertamina M Harun mengatakan, pihaknya menyesalkan bocornya dokumen audit internal SPI.

Menurut dia, temuan SPI itu sudah ditindaklanjuti.

"Saat ini, sedang dalam proses memperbaiki `performance` pabrik sebagai bagian dari proses GCG (good corporate governance)," katanya.

Harun melanjutkan, Pertamina terus-menerus melakukan pengawasan internal terhadap setiap proyek, sehingga apabila terdapat kekurangan dalam realisasinya, tentunya akan dimintakan perbaikan dari pihak kontraktor sebagai rekanan.

Sebelumnya, temuan audit SPI Pertamina menyebutkan, proyek modernisasi "lube oil blending plant" Gresik-Surabaya yang dikerjakan PT Rekayasa Industri tidak sesuai rancangan awal.

If you find yourself confused by what you've read to this point, don't despair. Everything should be crystal clear by the time you finish.

Sesuai dokumen memorandum tertanggal 23 Agustus 2010 bernomor R-081/J00000/2010-SO dari Kepala Satuan Pengawas Intern Pertamina, L Budi Djatmiko kepada Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, disebutkan, keekonomian proyek itu sulit mencapai rencana awal yang diajukan Rekayasa Industri (Rekind).

Disebutkan pula, sejumlah unit pada proyek "lube oil blending plant" (LOBP) yang diresmikan Menteri ESDM pada 8 Juli 2009 tersebut tidak berfungsi optimal.

Berdasarkan memorandum itu, target keekonomian proyek LOBP sulit dicapai, karena realisasi produksi di bawah kapasitas desain.

Kapasitas produksi modernisasi LOBP Gresik setelah beroperasi hanya 58 persen dari kapasitas atau 38 ribu kiloliter per tahun per "shift."

Akibatnya, "net present value" (NPV) atau perolehan "cash flow" yang sebelumnya diusulkan Rekind 508,59 juta dolar AS, hanya tercapai 5,95 juta dolar atau hanya 1,2 persen.

Selanjutnya, "internal rate of return" (IRR) hanya delapan persen dari proyeksi awal sebelumnya 75,1 persen.

"Walaupun secara keseluruhan NPV proyek positif yakni 5,95 juta dolar AS, namun sesuai kalkulasi terjadi `cash flow` negatif mulai 2020, apabila eskalasi nilai penjualan hanya lima persen per tahun," sebut memo tersebut.

Disebutkan pula kapasitas mesin "filling lithos" senilai 2,1 juta dolar dan Rp144,24 juta juga tak sesuai kapasitas desain.

SPI juga menemukan komponen di dalam mesin "filling lithos" yang belum stabil dan sering mengalami kerusakan yang menghambat produksi.

Pertamina juga diketahui kelebihan membayar Rp922,51 juta dan 24,2 ribu dolar AS kepada Rekind.  (K007/K004)

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com