Borobudur (ANTARA News) - Pameran tunggal seniman kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Yogi Setyawan (36), bertajuk "Ayo Ngguyu" masuk catatan Museum Rekor Indonesia (MURI) karena dibuka oleh Denok Erowati (75), ibu kandung sang pelukis. Penyerahan penghargaan disampaikan Manajer MURI, Paulus Pangka, masing-masing kepada Yogi Setyawan dan pemrakarsa pameran 26 Desember 2010 hingga 10 Januari 2011 di Limanjawi Art House sekitar 500 meter timur Candi Borobudur itu, Umar Khusaeni, di Borobudur, Minggu.

"Selama ini figur bapak atau pejabat, bupati, presiden membuka pameran, tetapi kali ini, Yogi bicara lain. Ini balas kasing sayang kepada ibu yang membesarkannya. Peristiwa ini pertama kali terjadi di Indonesia," kata Pangka saat pidato penyerahan sertifikat MURI bernomor 4672/R.MURI/XII/2010 kepada Yogi dan Umar.

Ia menyebut momentum pembukaan pameran oleh figur ibu kandung pelukis itu sebagai peristiwa adiluhung.

"Baru kali ini seorang pelukis memberikan kepedulian kepada ibunya untuk membuka pameran tunggalnya," katanya.

Pada kesempatan itu, ia juga menyatakan mengajak semua orang untuk tertawa secara lepas untuk memaknai setiap perjalanan kehidupan.

"Mulai hari ini kita tertawa, menertawai diri dan lingkungan, tertawa lepas akan menambah umur lima menit," ucapnya.

Denok yang berpidato singkat dengan suara lirih menggunakan bahasa Jawa menyatakan, berterima kasih telah menghadiri pameran anaknya itu.

"Semoga pameran anak saya sukses dan lancar," ujarnya didampingi Yogi dengan memayungi ibunya itu, menggunakan payung kontemporer.

Now that we've covered those aspects of mobil keluarga ideal terbaik indonesia, let's turn to some of the other factors that need to be considered.

Denok kemudian membuka pameran dengan memukul gong di atas panggung yang didirikan di depan pintu masuk ruang pameran Limanjawi Art House milik Umar Khusaeni itu.

Sebanyak 17 lukisan berbagai ukuran dipamerkan oleh Yogi yang lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indoensia (ISI) Yogyakarta 2004 itu. Lukisan terkecil berukuran 80 X 80 centimeter, sedangkan lukisan terbesar 2,5 X 2 meter.

"Untuk pameran tunggal, ini yang keempat kalinya, yang lain pameran bersama di berbagai kota di Indonesia maupun luar negeri. Sejak 1990 hingga 2010 saya telah mengikuti 77 kali pameran bersama," papar Yogi.

Pameran tunggal "Ayo Ngguyu" karya Yogi pada 2009 hingga 2010 antara lain berjudul "Geli-Geli Nikmat", "I Get The New Ideal!", "Diperingatkan Oleh Alam", "Doa Bersama UntuK Merapi", dan "Piwulang Kang Adhiluhung Vs Murid Mbelink".

Ia menjelaskan, pameran "Ayo Ngguyu" sebagai representasi pengalaman hidup, refleksi diri dan lingkungan keseharian hidupnya.

"Selain menggambarkan realita tentang kehidupan masyarakat yang jenaka, tema pameran saya juga sesuai dengan kondisi saat ini yakni suatu ajakan untuk menyikapi hidup dan kehidupan ini agar lebih indah dan cair," katanya.

Pameran itu, menurut dia, juga suatu simbolisasi ajakan kepada warga lereng Gunung Merapi yang belum lama ini meletus secara intensif, untuk keluar dari suasana sedih dan putus asa serta mulai berbenah diri, menata kehidupan yang baru.

Segala kejadian masa lalu, katanya, menjadi pengalaman dan maha guru.

"Saat ini tidak hanya erupsi Merapi, gempa, banjir, suasana politik yang amburadul yang membuat pikiran semakin stres, marak juga kasus korupsi, mafia peradian, penggelapan pajak. Untuk itu hanya ada satu obat dan kunci `Ayo Ngguyu`. Apapun permasalahannya, hati harus gembira, segala cobaan hidup harus diterima secara lapang dada, setiap masalah pasti ada solusi," ucapnya, menegaskan.

Pembukaan pameran antara lain dimeriahkan dengan performa oleh para seniman Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) berjudul "Dagelan Kenes" dan pentas kendang tunggal dengan lagu-lagu jenaka oleh seniman Yogyakarta, Sujud.
(U.M029/C004/P003)