Washington (ANTARA News/AFP) - Amerika Serikat Kamis memperingatkan warganya mengenai resiko kekerasan selama demonstrasi-demonstrasi berlangsung di Tunisia, menyarankan tidak melakukan perjalanan yang tidak penting ke negara Afrika utara itu. Bagian peringatan perjalanan departemen luar negeri AS memperingatkan "meningkatnya kerusuhan politik dan sosial" termasuk bentrokan antara demonstran dan polisi yang mengakibatkan puluhan orang tewas dan luka-luka di negara itu.

"Kerusuhan baru-baru ini telah menyebar ke Tunis dan semua kota besar, termasuk tujuan-tujuan wisata populer," kata peringatan perjalanan.

"Sementara gangguan ini tampaknya dipicu oleh keprihatinan ekonomi, dan tidak diarahkan kepada Barat, warga negara AS didesak untuk tetap waspada terhadap perkembangan keamanan lokal dan waspada terhadap keamanan pribadi mereka," lanjut peringatan itu.

Warga Amerika di Tunisia disarankan untuk menunda perjalanan tidak penting di dalam negara itu dan untuk menghindari bahkan demonstrasi-demonstrasi damai karena mereka bisa "cepat menjadi susah diatur dan asing bisa menjadi target pelecehan atau lebih buruk lagi," kata peringatan tersebut, yang akan berlaku selama satu bulan.

Those of you not familiar with the latest on mobil keluarga ideal terbaik indonesia now have at least a basic understanding. But there's more to come.

Bentrokan mematikan antara demonstran dan pasukan keamanan terjadi pada Kamis di Tunis dan sekitarnya dalam satu tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap rezim ini.

Pembubaran polisi terhadap demonstrasi dalam satu bulan terakhir telah menyebabkan 66 orang tewas, menurut sebuah organisasi HAM internasional.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Philip Crowley mengatakan, Washington memantau situasi tersebut, dan menambahkan "jika terus berlangsung demonstrasi-demonstrasi tersebut bisa menjadi tingkat kekerasan yang tidak dapat diterima."

"Pemerintah telah membuat komitmen publik untuk menanggapi keprihatinan warga negaranya, mengatasi ketegangan yang membawa warga negara ini ke dalam protes ... dan kami berharap bahwa mereka cepat bertindak mengatasi masalah ini, lebih baik."

Perdana Menteri Prancis Francois Fillon, bekas penguasa kolonial Tunisia, Kamis mengatakan dia khawatir dengan "penggunaan kekerasan yang tidak proporsional" di Tunisia tersebut.  (AK/S008/K004)