Tahukah Anda bila Jakarta termasuk dalam tiga besar kota di dunia dengan tingkat polusi udara terparah bersama Thailand dan Meksiko? Fakta itu tidak mengejutkan, mengingat dalam setiap harinya, Jakarta diasapi buangan knalpot kendaraan lebih dari 2,5 juta component dengan pertumbuhan 300 persen per tahun. Itu belum termasuk kontribusi polusi dari dunia industri.

Dengan kondisi seperti itu, bagi Anda yang tinggal di Jakarta bersiaplah dengan ancaman gangguan pernafasan akut hingga perubahan fisiologis fungsi paru dan tekanan darah.

Namun, beragam cara dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak berbahaya tersebut. Salah satunya adalah pilihan paling menyenangkan yakni wisata udara segar.

Tidak perlu beranjak terlampau jauh dari jangkauan ibu kota. Sebab Bandung, Jawa Barat, pun telah menawarkan obat relaksasi bagi paru-paru yang paling mujarab.

Cobalah untuk mengeja kabut di Bumi Kahyangan. Menyaksikan sun rise dari sela-sela gunung Manglayang dan gunung Geulis, menikmati hadirnya bulan dari rerimbunan hutan, dan menghirup udara dingin yang menyegarkan.

Setidaknya 6 km dari pusat kota Jatinangor, dua jam dari kota Jakarta, nun di kawasan kompleks Istana Mekarwangi, Bandung, seseorang dapat menyaksikan keaslian bumi pasundan.

Tinggalah sejenak di puncak salah satu lembah Gunung Manglayang, Sumedang, Jawa Barat, berketinggian 700-1.100 m dpl. Ceruk untuk memanjakan paru-paru siap menanti.

Trekking

Sumedang, Jawa Barat, tak pernah kehilangan pesonanya untuk menghipnotis wisatawan. Hutan Manglayang yang bernaung di kawasannya menjadi daya tarik yang tak pernah habis direguk.

Bupati Sumedang, Don Murdono, berulang kali menegaskan bahwa daerahnya telah siap menjadi destinasi wisata pilihan setelah Bandung.

"Sumedang sudah sangat layak dikunjungi wisatawan dan kami siap menjadi daerah tujuan wisata di Jawa Barat," katanya.

Kawasan Desa Wisata Sukasari, Kecamatan Sindangsari, Sumedang, menjadi salah satu yang paling ditawarkan. Topografi yang bergelombang justru menjadi daya tawar tertinggi yang menjadikan kawasan itu paling sesuai digunakan untuk wisata adrenalin trekking.

Setidaknya dibutuhkan waktu selama tiga jam untuk mengelilingi satu kecamatan Sukasari untuk trekking menggunakan mobil adventure.

Naik turun jalan yang terjal menjadikan hanya mobil sejenis Land Rover saja yang mampu melintas. "Kalau menyukai tantangan, kami bisa tawarkan kepada wisatawan untuk melintasi jalanan yang terjal bahkan hampir tegak lurus," kata pengemudi Land Rover di Desa Wisata Sindangsari, Bowo.

Namun, bagi pemula cukup perjalanan 10 menit saja menuju penginapan menggunakan Land Rover dengan medan yang terbilang ringan.

Pasca-menginjakkan kaki di Jatinangor, pengunjung yang ingin menghabiskan waktu di bumi kahyangan Sindangsari, Sukasari, akan di-"evakuasi" menggunakan Land Rover menempuh perjalanan sekitar 6 km.

Truthfully, the only difference between you and tech experts is time. If you'll invest a little more time in reading, you'll be that much nearer to expert status when it comes to tech.

Jangan kaget bagi Anda yang terbiasa meluncur dengan citycar di jalanan ibu kota sebab yang akan terjadi adalah sebaliknya. Lebih dahsyat lagi bila perjalanan dilakukan malam hari.

Jalanan bergelombang layaknya sungai kering menantang di depan. Ditambah lagi pengemudi kadang nekad, menjalankan Land Rover tanpa berlampu. "Jalanan seperti ini belum seberapa," kata sang pengemudi, Bowo.

Kabut Tebal

Tuhan laksana telah menyabda masyarakat bumi Pasundan terlahir dengan keramahan. Menghirup udara di himpitan dua gunung Manglayang-Geulis, sama artinya menghirup keramahan masyarakat berdarah Sunda.

Meski berada nun di atas ketinggian lebih dari 1.000 m dpl, masyarakat kawasan Desa Wisata Sindangsari telah mengerti betul bagaimana menyambut pendatang.

Kesenian tradisional Tarawangsa diperdengarkan dengan irama yang romantis. Musik adat itu dimetamorfosiskan dari semula kesenian pujian bagi Dewi Sri saat panen, menjadi alunan selamat datang bagi wisatawan.

Tarawangsa mampu memperdengarkan lagu-lagu yang hanya dapat ditemukan di beberapa daerah tertentu di Jawa Barat, yaitu di daerah Rancakalong (Sumedang), Cibalong, Cipatujah (Tasikmalaya Selatan), Banjaran (Bandung), dan Kanekes (Banten Selatan).

Dua perangkat calung rantay dan suling yang dimainkan dalam laras pelog menjadi pelengkap ditambah dengan nyanyian yang tak pernah bisa didengar di pelosok mana pun selain dari tempatnya berasal.

Menari dalam kesenian Tarawangsa bukan hanya merupakan gerak fisik semata-mata, melainkan sangat berkaitan dengan hal-hal metafisik sesuai dengan kepercayaan si penari. Oleh karena itu tidak heran apabila para penari sering mengalami trance (tidak sadarkan diri).

Tarawangsa hanya salah satu dari sejuta lebih cerita di bumi kahyangan. Masyarakat kawasan itu kaya dengan istiadat yang tak pernah habis dipertontonkan.

Dalam kabut yang terasa sulit disibakkan, masyarakat mempersembahkan domba Garut hasil ternakan  untuk diadu-tangkaskan di hadapan pendatang.

"Domba tangkas merupakan domba Garut kualitas unggul yang memenuhi kriteria untuk mengikuti kontes dan seni ketangkasan domba Garut," kata Asep, salah satu anggota Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) di wilayah itu.

Ia mengatakan, kontes dan seni ketangkasan domba Garut telah sejak lama menjadi budaya masyarakat Sunda, bahkan sekarang ini sudah dikenal luas secara nasional.

HPDKI sendiri juga telah mengembangkan arrangement kontes dan seni ketangkasan domba Garut menjadi kegiatan yang positif dan menarik.

Bahkan kegiatan itu dapat menjadi lokomotif pendorong budidaya peternakan nasional, dan menariknya kegiatan ini dapat menjadi salah satu pilihan investasi yang memberikan hasil yang berlipat ganda. Bayangkan, harga domba tangkas papan atas bernilai puluhan juta rupiah.

Dua domba diadu-tangkaskan diiringi bunyian musik menjadi pengalaman tersendiri. Kahyangan telah menawarkan sisi lain kehidupan.

Dan yang pasti, memanjakan pernafasan tanpa Anda sadari. Inilah wisata hirup udara segar.

Ketika pulang nanti jangan lupa untuk menenteng tahu Sumedang, opak Cimanggung, conggean ketan bakar, ubi cilembu, sale pisang, sawo sukatali, dan salak bongkot. (*)