Jakarta, (ANTARA News) - Menempuh ziarah penafsiran atau melakukan hermeneutika sama halnya mencari untuk menemukan pesan dari setiap denyut diskursus jaminan masa depan kehidupan. Jaminan sosial tenaga kerja yang disingkat jamsostek siap dicungkil agar dapat dipahami publik agar jumlah kepesertaan dapat ditingkatkan, bukan justru "dikriminalisasi" sana-sini.

Apakah bukan menggarami laut bila melancarkan hermeneutika di hadapan jamsostek? Idih...jangan sekali-kali putus benang harapan karena jamsostek punya filosofi. Kalau filsafat diasalkan dari kata Yunani "philein" (mencintai) dan "sophia" (kebijaksanaan), maka kebijaksanaan berlawanan dengan kegilaan.

Orang gila dapat memiliki banyak informasi, tetapi tidak dapat menggunakannya. Kosok balik, menjadi bijaksana berarti memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk membuat penilaian tepat sasaran.

Nah, kalau jamsostek punya filosofi, itu artinya jamsostek terus berusaha menggali sedalam-dalamnya dan mengawang setinggi-tingginya untuk memecahkan masalah agar memperoleh kebijaksanaan.

Bagaimana hermeneutika berjudul jamsostek menjawab soal peningkatan kepesertaan dan memberi perlindungan kepada para peserta? Silakan menyanyikan tembang "di sini senang, di sana senang" dengan iringan tembang bercengkok jazz cita rasa Negeri Pam Sam yang memerdekakan kelompok minoritas masyarakat.

Jamsostek adalah langkah pemerdekaan bagi kelompok minoritas masyarakat, utamanya para buruh dan para pekerja. Ini tafsir paripurna dari upaya mencinta terus menerus arus kehidupan agar memperoleh kebijaksanaan yang punya kredo membahagiakan semua untuk semua. Nyata, jamsostek punya sisi kemesraan, jauh dari kekakuan rumusan. Betapa tidak?

Mabuk kepayang punya artikulasi menawan, karena ada ungkapan sarat kemesraan, "Saat aku melihatmu, hatiku berdebar. Tanganku tiba-tiba gemetar, kakiku goyah. Diriku seperti "milkshake" coklat. Aku mencintaimu setulus hatiku ketika kali pertama bertemu denganmu".

Meningkatkan kepesertaan jamsostek dan mensejahterakan peserta jamsostek artinya mendewakan hati dari mereka yang mencintai kehidupan di masa depan. Ini sejatinya hermeneutika dari tajuk berjudul jamsostek.

Apakah jamsostek cukup dicintai? Jauh panggang dari api, kata Direktur Operasional PT Jamsostek Ahmad Anshori. Katanya, para pengusaha di tingkat nasional masih menyepelekan pentingnya Jamsostek. Dia menunjuk pada kasus perseteruan antara BUMN ini dan BUMN yang lainnya, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Ada perbedaan persepsi antara perlindungan yang dimaksud PT Jamsostek dengan PLN" katanya pula.

Kalau hermeneutika cinta berjudul jamsostek, maka persepsi dari ruas filosofis lembaga ini mengakar kepada pohon optimisme. Dan jamsostek tetap menebar optimisme bahwa aim mereka akan tercapai. Misalnya, untuk tahun 2009, sebanyak 2,5 juta pekerja dan 17.0666 perusahaan bisa mengikuti berbagai program.

Optimisme cinta jamsostek bukan sumur tanpa dasar. Nyatanya, peserta non aktif PT Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja (Jamsostek) mencapai 19 juta orang per akhir September 2009.

How can you put a limit on learning more? The next section may contain that one little bit of wisdom that changes everything.

Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan peserta aktif yang hanya mencapai 8,2 juta peserta. Menurut Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga, meningkatnya jumlah peserta non aktif itu akibat dari banyaknya PHK yang dilakukan perusahaan peserta Jamsostek pada masa krisis worldwide awal tahun ini.

Harmoni tembang cinta jamsostek berlanggam jazz, artinya jamsostek lahir dari sifat keterasingan dan ketidakberdayaan untuk membebaskan diri dari kekuatan budaya pengusaha yang cenderung mau menguasai dan tidak memberi ruang gerak pekerja.

Bukankah jazz lahir dari ladang-ladang pertanian, daerah perkebunan dan tempat buruh kasar perusahaan? Inilah hermeneutika jamsostek dalam denting musikalitas jazz yang menjungkirbalikkan kemapanan.

Filsuf Niklas Luhmann yang berkutat dengan "makna" (meaning) mengajukan pertanyaan sarat kebijaksanaan: bagaimana semua ini bisa terjadi? Sulit rasanya mengatakan apa arti klub sepakbola tanpa adanya sistem sepakbola. Dalam sebuah sistem sepakbola terdapat unsur pemain, pelatih, klub-klub, wasit, penonton, dan sponsor.

Hanya sistem sepakbola yang mengorganisasikan sistem sepakbola. Hanya sistem jamsostek yang merujuk kepada dirinya sendiri (self-referential). Kerusuhan sepakbola tidaklah melulu disulut oleh individu, akan tetapi diletupkan oleh elemen-elemen dari sistem sepakbola itu sendiri.

Dalam laga bola, ada "hooligan"; dalam jamsostek ada "kepesertaan dan perlindungan bagi peserta". Inilah simponi dari hermeneutika cinta, jazz dan jamsostek. Caranya, berkomunikasi bersama publik!

Nah, kalau jamsostek ingin terus dikenang sebagai cinta abadi di hati para peserta dan calon peserta maka komunikasi yang dijalankan perlu punya tiga proses, yaitu konten informasi, cara penyampaian dan langkah pemahaman. Mengomunikasikan kepesertaan dan layananan jamsostek tidak terbatas kepada proses pengiriman dan penerimaan informasi.

Apa konten jualan jamsostek ke publik? Hingga Oktober 2009, PT Jamsostek (Persero) telah melakukan pembayaran jaminan dan santunan secara nasional sebesar Rp5,4 triliun atau untuk klaim 728.654 kasus. Dari dana tersebut, alokasi pembayaran yang paling tinggi untuk alokasi pembayaran klaim Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp4,2 triliun atau 650.962 kasus, ujar Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko PT Jamsostek Karsanto.

Dari gelontoran dana Rp5,4 triliun, Jamsostek mengalokasi dana untuk Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) sebesar Rp5,4 miliar, uang rumah KPR terealisasi sebesar Rp40,25 miliar. Sementara, beasiswa bagi anak peserta agenda jamsostek sebesar Rp6,45 miliar dari alokasi dana sebesar Rp24 miliar.

Untuk agenda Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) telah disalurkan sebagai pinjaman untuk usaha kecil menengah sebanyak 8.051 mitra binaan dengan jumlah dana yang disalurkan sebesar Rp158 miliar. Sedangkan hibah tersalur untuk 14.111 mitra binaan atau dana yang tersalurkan sebesar Rp25,2 miliar. Untuk Program Bina Lingkungan yang dialokasikan untuk bencana alam, sarana ibadah, pelestarian alam, peningkatkan kesehatan sudah disalurkan sebesar Rp30,1 miliar.

Apakah hermeneutika cinta jamsostek semata bersandar kepada angka atau "fiat uang" semata? Tidak juga. Jamsostek berupaya meningkatkan mutu pelayanan menuju pelayanan prima antara lain, jamsostek online, menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000, Good Coorporate Governance (GCG), Pedoman Akuntansi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PAJASTEK). Hermeneutika jamsostek berada di seberang angka, karena ada makna.

Segala usaha untuk menegasi makna berarti sudah mengandaikan makna. Dan makna pembebasan dari hermeneutika cinta akan jamsostek didekonstruksi dalam tiga kata Betawi: bau apek, bau bacin, bau prengus.

Kalau saja jamsostek di-uang-kan, maka dia perlu punya energi untuk menghisap siapa saja yang mendekat. Inilah daya pikat dari "uang" bernama jamsostek. Jamsostek bukan cinta uang, tetapi cinta kemanusiaan bagi masa depan. Inilah hermeneutika jazz berjudul cinta akan jamsostek!(*)