Jakarta (ANTARA News) - 12 tahun pasca reformasi bertepatan 82 tahun Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia menghadapi dua tantangan besar, yaitu tekanan globalisasi dan desakan otonomi daerah, kata Ketua Umum Angkatan Muda Pemersatu Rakyat (AMPERA) Anwar Esfa Doeroek. Anwar mengemukakan hal itu dalam Dialog Karakter Bangsa-Pemuda dan Wawasan Kebangsan" di Jakarta, Kamis sore yang juga menghadirkan pembicara Ketua Umum KNPI Ahmad Doly Kurnia, Sekjen Al Ijtihad Fikri dan Sekjen A'66 Chandra A Salam.

Menurut Anwar, kedua tantangan besar tersebut saling menguat, mempengaruhi dinamika perilaku sosial, ekonomi, budaya dan politi bangsa Indonesia, sehingga transformasi pengetahuan melalui kemajuan teknologi informasi (TI) begitu cepat mengubah cara pandang, sikap dan pola berinteraksi.

Dengan demikian, akibatnya meniadakan batas-batas wilayah, membangun kesetaraan dan kesesuaian, menciptakan ruang publik yang sebesar-besarnya dalam keberagaman dan meletakkan sebuah fondasi ketatanegaraan yang lebih transparan, menuju bangsa yang bermartabat, memiliki karakter dan wawasan kebangsaan.

Once you begin to move beyond basic background information, you begin to realize that there's more to mobil keluarga ideal terbaik indonesia than you may have first thought.

Anwar mengatakan, kekuatan yang dimiliki kedua tantangan tersebut yaitu mampu memberikan harapan dan ancaman, karena masyarakat diberikan ruang kemerdekaan publik yang sebesar-besarnya untuk berkreasi, tapi karena kebebasan tidak seimbang dengan kompetensinya, maka terjadi ketidakseimbangan antara kemauan untuk berkembang baik dan kreativitasnya.

"Keadaan demikian mengakibatkan ketimpangan dalam penerapan strategi pembangunan nasional, faktanya adalah kecenderungan hilangnya nilia-nilai ideologi yang menjiwai karakter bangsa dan menipisnya wawasan kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia," katanya.

Padahal, karakter bangsa dan wawasan kebangsaan telah dimanatkan oleh Pancasila sebagai falsafah negara Indonesia dan termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yang hingga kini belum mampu diwujudkan.

Oleh karena itu, dalam konteks ini diperlukan format baru Indonesia yang lebih jelas dan perlu menata ulang strategi konsep pembangunan nasional yang dapat menerjemahkan nilai kemerdekaan, sehingga bangsa Indonesia mendapatkan substansi kemerdekaan secara hakiki yaitu merdeka dari dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, demikian Anwar Esfa.(*)