Jakarta (ANTARA News) - Beberapa bulan sebelum terbentuknya Panitia Angket DPR pada akhir tahun 2009 yang bertujuan meneliti kasus dana talangan atau "bailout" Bank Century sebesar Rp6,7 triliun, seorang pengamat politik telah melontarkan kajian berbeda yang saat itu asing bagi awam. "Saya menduga pembentukan panitia khusus itu adalah hanya untuk melakukan `impeachment`(pemakzulan) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan atau Wakil Presiden Boediono," kata pengamat John Palinggi kepada ANTARA di Jakarta.

Alasan John Palinggi terhadap kemungkinan pemakzulan itu adalah karena masih kecewanya sejumlah tokoh partai politik terhadap kekalahan mereka dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 yang dimenangkan Yudhoyono dan Boediono.

Pengamat yang dikenal mempunyai hubungan erat dengan kalangan Departemen Pertahanan, TNI dan Polri in lalu menunjuk pernyataan beberapa tokoh parpol dan tokoh masyarakat yang melontarkan "kesedihan" mereka karena kalah dalam Pilpres dan pemilihan legislatif pada tahun 2009.

Setelah Panitia Angket terbentuk pada akhir 2009 dan mendapat waktu dua bulan hingga awal Februari informasi beasiswa gratis 2010 guna menyelesaikan tugasnya memanggil para saksi serta saksi ahli, wacana pemakzulan itu semakin nyata.

Keinginan untuk menjatuhkan SBY-Boediono itu dilakukan karena mereka berdua juga Menteri Keuanga Sri Mulyani dianggap sebagai pejabat-pejabat yang paling bertanggung jawab terhadap "bailout" Bank Century, yang adalah bank hasil merger Bank CIC, Pikko serta Danpac.

Panitia Angket yang dipimpin Idrus Marham dari Fraksi Partai Golongan Karya telah memanggil banyak tokoh serta pimpinan lembaga, mulai mantan wakil presiden Jusuf Kalla, Wakil Presiden Boediono selaku mantan gubernur Bank Indonesa, Ketua BPK Hadi Utomo, hingga pakar-pakar ekonomi seperti Rizal Ramli dan Dradjad Wibowo.

Dari berbagai keterangan dan data itu, Panitia Angket mulai terbuka "matanya" sehingga menyusun rancangan pendapat bagi penyusunan akhir kesimpulan panitia ini yang akan diumumkan 4 Februari ini.

Partai-partai politik yang menjadi "lawan" Partai Demokrat dan Yudhoyono terus bertanya, guna mencari peluang untuk melakukan pemakzulan . Namun, tiba-tiba pada 2 Januari, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR Setya Novanto mengeluarkan pernyataan yang menarik masyarakat.

"Kami akan merekomendasikan supaya dilakukan pemakzulan terhadap Boediono," kata Setya Novanto yang juga pengusaha ini.

Pernyataan itu menarik perhatian publik karena Golkar adalah salah satu partai pendukung koalisi Partai Demokat, bersama PKS, PKB, PPP, dan PAN.

I trust that what you've read so far has been informative. The following section should go a long way toward clearing up any uncertainty that may remain.

"Diralat"

Namun pernyataan Ketua FPG segera dibantah oleh salah seorang tokoh Partai Golkar, yaitu Wakil Ketua DPR dari Golkar Priyo Budi Santoso.

Priyo "meralat" ucapan Setya Novanto dengan mengatakan para anggota DPR dari FPG tidak mempunyai pikiran untuk melakukan pemakzulan.

Tidak hanya Priyo, Ketua Umum DPP Partai golkar Aburizal Bakrie bahkan menegaskan, pemakzulan bukanlah salah satu alternatif bagi partai pimpinannya itu.

"(Pemakzulan) bukanlah satu opsi atau pilihan. Selain itu, `impeachment` bukanlah merupakan hal yang mudah," kata mantan Menko Kesra ini.

Setya Novanto sendiri akhirnya meralat omongannya itu dengan menyebutkan, "Tidak ada anggota Fraksi Golkar yang berpikir tentang pemakzulan Boediono".

Sementara itu, Ketua Fraksi Demokrat di DPR Anas Urbaningrum menegaskan bahwa wacana pemakzulan tidaklah relevan.

"Kami menghormati dan menghargai pihak-pihak yang ingin melakukan pemakzulan. Namun kami berpendapat bahwa `impeachment` bukanlah hal yang relevan," kata Anas yang dikenal sebagai salah satu pemikir utama Partai Demokrat.

Sementara itu Partai Demokrasi berita indonesia terbaru Perjuangan (PDIP) yang dikenal sebagai partai oposisi belum pernah mengemukakan secara terbuka dan jelas tentang perlu atau tidaknya upaya menjatuhkan Boediono atau Yudhoyono.

"Kami tidak punya kepentingan dalam kasus ini. Kami hanya ingin mencari kebenaran dalam kasus `bailout` Bank Century," kata salah seorang anggota Panitia Angket dari PDIP, Ganjar Pranowo, yang sering nampak "galak" dalam mengajukan pertanyaan pada rapat-rapat terbuka Panitia Angket Century.

Kini, rakyat ingin mengetahui apakah dalam kondisi politik "remang-remang" ini ada parpol yang terbuka menuntut pemakzulan. Padahal, pemakzulan sangat mungkin berdampak politis besar terhadap kehidupan bernegara dan berbangsa di tanah air. (*)